Berhentilah Menjadi Gelas
Posted by Fiq | Posted in Kehidupan, Motivasi, Renungan | Posted on Saturday, September 05, 2009
Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya belakangan ini selalu tampak murung.
"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah didunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.
"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya," jawab sanmurid muda.
Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."
Si murid pun beranjak perlahann tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
"Cuba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang Guru. "Setelah itu cuba kau minum airnya sedikit."
Si murid pun melakukannya. Wajahnya berkerut kerana meminum air yang sangat masin.
"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.
"Masin, dan perutku jadi tak selesa," jawab si murid dengan wajah yang masih berkerut.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya itu.
"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau berdekatan tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau."
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa banyak soal. Rasa masin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa masin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu fikirannya.
"Sekarang, cuba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.
Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tekaknya, Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa masin yang tersisa di mulutnya.
"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"
"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memerhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.
"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."
Si murid terdiam, mendengar nasihat gurunya.
"Tapi Nak, rasa `masin' dari penderitaan yang dialami itu sangat bergantung atas berapa besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau..."
"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah didunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.
"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya," jawab sanmurid muda.
Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."
Si murid pun beranjak perlahann tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
"Cuba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang Guru. "Setelah itu cuba kau minum airnya sedikit."
Si murid pun melakukannya. Wajahnya berkerut kerana meminum air yang sangat masin.
"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.
"Masin, dan perutku jadi tak selesa," jawab si murid dengan wajah yang masih berkerut.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya itu.
"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau berdekatan tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau."
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa banyak soal. Rasa masin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa masin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu fikirannya.
"Sekarang, cuba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.
Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tekaknya, Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa masin yang tersisa di mulutnya.
"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"
"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memerhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.
"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah."
Si murid terdiam, mendengar nasihat gurunya.
"Tapi Nak, rasa `masin' dari penderitaan yang dialami itu sangat bergantung atas berapa besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau..."
Allah xkn mnguji hambnya melainkan mngikut kemampuan..masalah sbnrnya mendewasakan kita...tp,tensen tu pkara biasa:-p
Hasni ~ tol tu hasni... tanpa masalah, macam mana kita nak belajar menghadapi cabaran, ye tak?